The Perspectives of Imam An-Nawawi and Imam Ibn al-Hummam on the Purity of Floors Cleansed with a Cloth from Cat Impurities: A Case Study of Medan Pet Cafe
DOI:
https://doi.org/10.58824/mediasas.v8i1.304Keywords:
Purification; Impurity; Shaqil.Abstract
It is crucial for Muslims to understand and correctly implement the purification of impurities (najis) in all places, particularly on floors in public spaces, where some are merely mopped with a cloth. In this regard, there is a difference of opinion between Imam An-Nawawi and Imam Ibn al-Hummam regarding the purity of floors that have been mopped with a cloth. This study aims to examine the differing perspectives of Imam Ibn al-Hummam and Imam An-Nawawi on the purification of floors from impurities when cleaned using a mop or cloth. The research employs a normative sociological method with a comparative approach, incorporating field studies and a literature review of relevant references. The findings reveal that Medan Pet Cafe adopts a cleaning method for floors contaminated with cat waste by wiping the affected area with tissue, mopping it with a cloth, and spraying disinfectant. This procedure serves as the standard cleaning protocol in the establishment to ensure hygiene and comfort for visitors. From a fiqh perspective, there is a divergence in opinion between Imam An-Nawawi and Imam Ibn al-Hummam concerning the purification of floors contaminated by impurities. Imam An-Nawawi asserts that if an impurity comes into contact with a shaqil object (a heavy and solid object, in this case, the floor), the floor cannot be purified merely by wiping or mopping; rather, it must be washed with water to ensure complete purification from impurities. Conversely, Imam Ibn al-Hummam argues that simply wiping the floor is sufficient, as floors are shaqil objects that do not absorb impurities, thereby eliminating the necessity of water washing [Sangat penting bagi umat Islam untuk memahami dan mengerti bagaimana cara mensucikan najis dengan benar di semua tempat, terkhusus lantai di tempat umum, beberapa ada yang dipel dengan kain pel saja. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pandangan antara Imam An-Nawawi dan Imam Ibnu Al-Hummam mengenai kesucian lantai yang dipel dengan kain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan pandangan Imam Ibnu al-Hummam dan Imam An-Nawawi mengenai kesucian lantai dari najis yang dipel dengan kain. Metode penelitian ini adalah sosiologis normatif yang bersifat komparatif, melakukan penelitian lapangan serta melakukan analisis pustaka terhadap referensi yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan penelitian ini menemukan bahwa metode yang digunakan oleh Medan Pet Cafe dalam mensucikan lantai yang terkena kotoran kucing adalah dengan mengusapnya menggunakan tisu, kemudian mengepelnya dengan kain, dan menyemprotkan cairan disinfektan. Prosedur ini menjadi standar pembersihan di tempat tersebut untuk memastikan kebersihan dan kenyamanan bagi pengunjung. Dari perspektif fikih, terdapat perbedaan pandangan antara Imam An-Nawawi dan Imam Ibnu Al-Hummam terkait kesucian lantai yang terkena najis. Imam An-Nawawi berpendapat bahwa apabila najis mengenai benda yang shaqil (benda berat dan padat, dalam hal ini lantai), maka lantai tidak dapat menjadi suci hanya dengan diusap atau dipel, melainkan harus disiram dengan air agar benar-benar terbebas dari najis. Sebaliknya, Imam Ibnu Al-Hummam berpendapat bahwa lantai cukup dibersihkan dengan cara diusap saja, karena lantai termasuk benda yang shaqil yang tidak menyerap najis, sehingga tidak memerlukan penyiraman air].
Downloads
References
Al-Quran Kementrian Agama RI, 2015, Al-Quran dan Terjemahnya,(Jakarta : Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran)
Al-Asqalani Ibnu Hajar, 1412, Bulughul Maram Min Adillatih Ahkam, (Beirut: Ihya al ulum)
Al-bassam abdullah bin Abdurrahman, syarh bulughul marom (t.tp, Pustaka Rahmatan, t.th)
Ad-Dardir, 2012, Hasyatu Ad-Dasuqi'ala Asy-Syarah Al-Kabir Jilid I (Mesir : Darul Ma'arif)
Al Fauzan Soleh, 2015, a!-Mutakhash al-Fiqhi (Mesir : Darul Alamiyah)
Fuad Muhamad, 2007, Fiqih Wanita, (Jombang :Lintas Media)
Al-Hummam Kamaluddin Ibnu, Syarh Fathul Qadir Jilid I (Beirut : darul kitab ilmiah)
Kompilasi Ulama Fiqh Lembaga Malik Fadh, 2016, Fiqh al-Muyassar Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Cet. I; t.tp.: Pustaka Ibnu ‘Umar)
Al-Malibari Zainuddin Ahmad, Fath Al-Mu’in, Jilid I (Dar Ibn Hazm, Beirut)
Mubarok Jaih, 2002, Modifikasi Hukum Islam; Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid (Jakarta: Raja Grafindo Persada)
Munawwir Ahmad Warson, 1984, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Penerbit Pustaka Progresif)
An-Nawawi, Majmu’ Syarh Muhadzab Jilid II (Jeddah : Maktabah Al-Irsyad)
Nizar Muchamad Coirun, Qaul Shahabi dan Aplikasinya dalam Fiqh Kontemporer, ulul albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol. 1, No. 1, Oktober 2017
Nugraha Raditiya Agus, Ushul Mazhab Hanafi dan Maliki: Kehujahan Khabar Ahad dan Qiyas serta Impilkasinya dalam Penetapan Hukum, journal Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020
Sarwat Ahmat, 2011, Thaharah 2, Cet 1, vol. 2 (Jakarta Selatan : DU Publishing)
Asy-Syarbini Al-Khatib, 2004, Al-‘Iqna’ Jilid I (Beirut : Darul Ilmiyah)
Asy-Syaukani, Nailul Authar, Jilid I (Beirut : Dar Al-Kitab Arabi)
Al-Utsaimin Muhammad bin Shaleh, 2001, Fatawa Arkanul Islam (Mesir : Darul Alamiyah)
Yunus Mahmud, 2007, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah)
Az-Zuhaili Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Jilid I (Dar el Fikr : Damaskus)
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Muhammad Fadli Winata, Aripin Marpaung

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.