Tradisi Perkawinan Adat Mekhanjang di Longkib: Sebuah Kajian Hukum Islam tentang Nilai-Nilai Kemaslahatan dan Keadilan
DOI:
https://doi.org/10.58824/mediasas.v7i2.290Keywords:
Adat;, mekhanjang, perkawinanAbstract
Mekhanjang is the giving of an object to an older sister because the younger sister has preceded her to carry out the marriage. The gift is called customary sanction and can also be a sign of respect for the younger brother to his brother, because he has preceded him. In the custom of Longkib District, Subulussalam City, the standard for customary sanctions is 1mayam emas and this is emphasized on the man who wants to marry a woman who still has an unmarried sibling. The problems that arise are how mekhanjang is practiced in marriage, what are the implications of mekhanjang on the belongings and dowries charged to the bride-to-be, and how about the Islamic law of the mekhanjang system. To complete this study, the author uses a descriptive method of analysis, namely describing and analyzing the data that has been collected, both primary and secondary data. In obtaining data, the authors used the field research method The technique used in collecting primary data was by interviewing respondents in an unstructured manner and observing in the field. As secondary data, namely, by studying and reading books, books, newspapers, and websites related to the scope of the research. The results of the study show that the mekhanjang custom is a tradition of Longkib District which is focused on the prospective groom, and the implication of mekhanjang is something that must be paid by the groom who wants to get married. The mekhanjang is contrary to Islamic law, because apart from being burdensome for the cost of marriage, there is also no evidence that regulates the mekhanjang custom.
[Mekhanjang adalah pemberian suatu benda kepada seorang kakak perempuan dikarenakan sang adik perempuan telah mendahuluinya untuk melaksanakan pernikahan. Pemberian tersebut dinamakan dengan sanksi adat dan bisa juga sebagai tanda penghormatan sang adik kepada kakaknya, karena telah mendahuluinya. Dalam adat Kecamatan Longkib Kota Subulussalam patokan sanksi adat menimal 1mayam emas dan ini dititik beratkan kepada pihak laki-laki yang hendak menikahi seorang perempuan yang masih mempunyai kakak kandung yang belum menikah. Masalah yang timbul adalah bagaimana mekhanjang dipraktikan dalam pernikahan, bagaimana implikasi mekhanjang terhadap benda bawaan dan mahar yang dibebankan kepada calon mempelai, dan bagaimana terhadap hukum Islam sistem mekhanjang tersebut. Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan dan menganalisa data yang telah terkumpul, baik data primer maupun data skunder. dalam memperoleh data penulis menggunakan metode field research Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer yaitu dengan mewawancarai responden secara tidak terstruktur dan mengobservasi di lapangan. Sebagai data sekunder yaitu, dengan cara menelaah dan membaca kitab-kitab, buku-buku, surat kabar, serta website yang berkenaan dengan ruang lingkup penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa adat mekhanjang merupakan tradisi kecamatan longkib yang dititikberatkan kepada calon mepelai laki-laki, dan implikasi mekhanjang merupakan hal yang wajib dibayar oleh mempelai laki-laki yang hendak melangsungkan pernikahan. Mekhanjang tersebut bertentangan dengan hukum Islam, karena selain sebagai memberatkan biaya pernikahan juga tidak terdapat dalil yang mengatur mengenai adat mekhanjang tersebut].
Downloads
References
‘Uwaidah, S.K.M. (1998) Fiqh Wanita, (terj. Sarbini), (Jakarta: Pustaka al- Kausar.
Abidin, S. (1999). Fiqih Munakahat, Jakarta: Pustaka Setia.
Al Math, M.F. (1991). Hadis-hadis Terpilih, Jakarta: Persada Media Group.
Al-Jamal, S.I.M. (2013) 146 Wasiat Nabi untuk Wanita, (terj. Abdul Ghoffar), Jakarta: Gema Insani
al-Sarakhsi, S.A. (2001) al-Mabshut, Beirut: Daral al-Mairufah.
An-Naisabury, H.M.A.A. (1991). Shahih Muslim, jilid, V. Kairo: Darul Hadist.
Ash-Shinddiqy, H. (2000). Tafsir al-Qur’an Majid an-Nur, jilid, 1. Jakarta: Rizki Putra, 2000.
Bahreis, H. (1991). Hadits Shahih, Bandung: Graha Persada.
Fatrisia, T., Irtawidjajanti, S., & Jubaedah, L. (2024). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Air Batu Jaya Banyuasin Dalam Memilih Adat Jawa Pada Pesta Perkawinan (Studi pada Linda Gian Wedding Organizer). Jurnal Adijaya Multidisplin, 2(04), 393-411.
Ghazaly, A.R. (2003). Fiqih Munakahat, Jakarta: Persada Media Group.
Gustiana, R. (2021). Pluralitas Hukum Perwakinan Adat Pariaman. Morality: Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 22-51.
Hasan, A., & Khairuddin, K. (2021). Pandangan ‘Urf Terhadap Uang Pekhanjangan Dalam Perkawinan Melangkahi Kakak Kandung. istinbath, 20(1), 176-188.
Jeni, R., & Khairuddin, K. (2024). Antara Adat dan Agama: Kajian Pantangan Menikah di Bulan Suro dalam Masyarakat Jawa di Gunung Meriah Aceh. Abdurrauf Social Science, 1(1), 1-8.
Kafi, A. (2020). Mahar Pernikahan Dalam Pandangan Hukum Dan Pendidikan Islam. Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(1), 55-62.
Kamal, M. Fiqih Sunnah Wanita, (terj. Ghozi, dkk), Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Kamal, Malik. (2007). Fiqih Sunnah Wanita, (terj. Ghozi, dkk), Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Khairuddin, K. (2020). KHAZANAH ADAT DAN BUDAYA SINGKIL: Mengungkap Keagungan Tradisi Dan Memelihara Kebudayaan. Yogyakarta: Zahir Publishing.
Khairuddin, K. (2020). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Peminangan Melalaken Di Desa Tanah Bara Aceh. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 6(2), 103-110.
Khairuddin, K. (2020). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan Perkawinan Se-Marga Di Desa Lae Balno Danau Paris Aceh. Jurnal MEDIASAS: Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah, 3(2), 120-136.
Muhammad, (1997). Shahih at-Tarmidzi, jilid, III. Beirut: Darul Kitab Ilmiah.
Radius, (2008). Adat Perkawinan Etnis, Hasil Observasi, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan dan Parawisata Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Reza, F., & Khairuddin, K. (2024). Budaya Pernikahan di Desa Pea Jambu: Antara Tradisi, Hukum Islam, dan Norma Sosial. Ahlika: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 1(1), 1-10.
Sabiq, S. (2006). Fiqh Sunnah, jilid, 2. (terj. Sarbini), Jakarta: Ilmu dan Amal.
Sarong, A. H dkk. (2009) Fiqh, Banda Aceh: PSW IAIN Ar-Raniry.
Sarong, A.H. (2005). Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Banda Aceh: Yayasan Pena Divisi.
Shalih, (2005). Ringkasan Fiqih Lengkap, (terj. Asmuni), Jakarta: Darul Falah.
Shomad, A. (2010). Hukum islam: Penormaan prinsip syariah dalam hukum indonesia. Kencana.
Soelaiman, D. (2011). Kompilasi Adat Aceh, Banda Aceh: Pusat Studi Melayu Aceh.
Sufi, R. (2002). Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Sufi, R. (2002).Adat Istiadat Masyarakat Aceh, Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Sulaiman, A.D. (1994). Sunan Abi Daud, jilid, I. Beirut: Dar Fikri.
Sunarto, A. (1993). Terjemah Shahih Bukhari, Jakarta: Pustaka Setia.
Witro, D., Nurasih, W., Yulianti, H., & Agustina, A. (2024). Belo Bellen as Compulsory Delivery in Aceh Singkil Wedding;‘Urf and Islamic Law Anthropology Review. AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, 19(1), 151-173.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Andri Andri

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.