Usia Minimal Pernikahan dalam Hukum Keluarga Islam: Studi Komparatif antara Indonesia dan Brunei Darussalam

Authors

  • Rizka Mahfuza Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padang Sidimpuan
  • Lydia Fahira Batubara Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padang Sidimpuan
  • Muhammad Ichsan Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padang Sidimpuan

DOI:

https://doi.org/10.58824/jdls.v2i1.287

Keywords:

Marriage Age Limit, Islamic Law, Marriage Dispensation, Child Protection, Gender Equality

Abstract

The variation in marriage age policies across different countries reflects the complex dynamics of law and culture. In Indonesia, Law No. 16 of 2019 sets the minimum marriage age at 19 years for both males and females to prevent child marriage and promote gender equality. However, marriage dispensation may be granted under specific conditions. Meanwhile, in Brunei Darussalam, the minimum marriage age varies based on ethnicity and religion. Islamic family law in Brunei does not explicitly specify a minimum marriage age but refers to maturity (*baligh*) according to different Islamic jurisprudential interpretations. This study aims to analyze the comparative policies on marriage age limits in Indonesia and Brunei Darussalam and their implications for child protection and gender equality. This research employs a qualitative approach, utilizing document studies and comparative legal analysis of the prevailing regulations in both countries. The findings indicate that although Indonesia and Brunei Darussalam adopt different legal foundations, both countries seek to balance national legal norms and religious values in determining the minimum marriage age. However, the implementation of marriage dispensations and legal flexibility is more varied in Brunei compared to Indonesia, which enforces stricter minimum age requirements. A limitation of this study is the lack of empirical data on the implementation of these policies at the community level, particularly regarding the approval of marriage dispensations for underage individuals. Further research is needed to explore the social and welfare impacts of these policies on children who marry at a young age. As a recommendation, Indonesia could adopt a more flexible approach in granting marriage dispensations while ensuring strict oversight to protect children. Meanwhile, Brunei Darussalam could consider a more uniform age standard across different communities to enhance child protection and promote gender equality in marriage.

[Perbedaan kebijakan batas usia pernikahan di berbagai negara mencerminkan dinamika hukum dan budaya yang kompleks. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan usia minimum pernikahan 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan untuk mencegah pernikahan anak dan mencapai kesetaraan gender. Namun, dispensasi dapat diberikan dengan syarat tertentu. Sementara itu, di Brunei Darussalam, batas usia pernikahan berbeda berdasarkan etnis dan agama. Hukum keluarga Islam di Brunei tidak secara eksplisit menetapkan usia minimum pernikahan, tetapi mengacu pada kedewasaan (baligh) sesuai dengan interpretasi mazhab. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kebijakan batas usia pernikahan di Indonesia dan Brunei Darussalam, serta implikasinya terhadap perlindungan anak dan kesetaraan gender. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode studi dokumen dan analisis hukum komparatif terhadap regulasi yang berlaku di kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia dan Brunei Darussalam memiliki dasar hukum yang berbeda, keduanya tetap mempertimbangkan keseimbangan antara norma hukum nasional dan nilai-nilai agama dalam menentukan batas usia pernikahan. Namun, penerapan dispensasi dan fleksibilitas dalam hukum Brunei lebih bervariasi dibandingkan Indonesia, yang lebih ketat dalam menerapkan batas usia minimum. Keterbatasan penelitian ini terletak pada kurangnya data empiris mengenai implementasi kebijakan di tingkat masyarakat, terutama dalam hal persetujuan dispensasi pernikahan di bawah usia minimum. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi dampak kebijakan ini terhadap kehidupan sosial dan kesejahteraan anak-anak yang menikah di usia muda. Sebagai rekomendasi, Indonesia dapat mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dalam pemberian dispensasi dengan pengawasan ketat untuk memastikan perlindungan anak. Sementara itu, Brunei Darussalam dapat mempertimbangkan standar usia yang lebih seragam di seluruh kelompok masyarakat guna meningkatkan perlindungan hak-hak anak dan kesetaraan gender dalam pernikahan].

Downloads

Download data is not yet available.

References

Ahadi, B., & Djazimah, S. (2020). Menjaga Agama Dan Akal Melalui Prosesi Perkawinan: Hafalan Ayat al-Qur’an sebagai Mahar Perkawinan. Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 13(2), 153-162.

Arif, A. S. (2021). Hukum Keluarga Islam Di Brunei Darussalam. Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan, 8(1), 1-12.

Djamali, A. (2002). Hukum Islam (Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum), Bandung: Masdar Maju.

Firdaus, S. N. A., Khosyiah, S., & Rossyani, M. (2024). Pembaharuan Hukum Keluarga Islam: Studi Perbandingan Hukum Keluarga Di Brunei Darussalam Dan Malaysia. Zaaken: Journal of Civil and Business Law, 5(2), 188-206.

Gustiawati, S., & Lestari, N. (2018). Aktualisasi konsep Kafa’ah dalam membangun keharmonisan rumah tangga. Mizan: Journal of Islamic Law, 4(1).

Joni, J. (2024). Transformasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam: Kajian Kritis atas Batas Usia Perkawinan dalam Perspektif Maqashid Syariah. Berasan: Journal of Islamic Civil Law, 3(2).

Kumedi, J. (2020) Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Lampung: Arjasa Pratama

Laws of Brunei Chapter 217 Islamic Family Law.

Lestari, M. (2017). Hak anak untuk mendapatkan perlindungan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. UIR Law Review, 1(2), 183-190.

Mardani, (2017). Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Potabuga, A.H. (2020). Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Brunei Darussalam, Bilancia Vol. 14 No. 1.

Prasetyo, A. B. (2020). Akibat Hukum Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan Secara Administratif Pada Masyarakat Adat. Administrative Law and Governance Journal, 3(1), 23-34.

Puniaman. A. (2018). Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Jurnal Yustitia Vol. 19 No. 1.

Reza, F., & Khairuddin, K. (2024). Budaya Pernikahan di Desa Pea Jambu: Antara Tradisi, Hukum Islam, dan Norma Sosial. Ahlika: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 1(1), 1-10.

Sahrani, S dan Tihami. (2014). Fiqih Munakahat (Kajian Fiqih Nikah Lengkap), PT. Raja Grafindo Persada

Soerjono, S. (2003). Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subekti, T. (2010). Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Ditinjau Dari Hukum Perjanjian. Jurnal Dinamika Hukum, 10(3), 329-338.

Sudarto, (2018). Ilmu Fikih, Yogyakarta: Deepublish.

Taufiq, M. (2019). Relasi Budaya Minang Dan Al-Qur’an Dalam Perkawinan Adat Di Minangkabau (Doctoral dissertation, Institut PTIQ Jakarta).

Wahyuni, A., Fifit, T., Firatih, W., Nur, P., & Ravina, W. (2020). Pernikahan Dini Menurut Perspektif Madzhab Imam Syafi’I. Jurnal Imtiyaz, 4(1), 64.

Zahid, M. (2002). Dua Puluh Lima Tahun Pelaksanaan UndangUndang Perkawinan, Departemen Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan.

Downloads

Published

2025-03-09

How to Cite

Mahfuza, R., Batubara, L. F. ., & Ichsan, M. . (2025). Usia Minimal Pernikahan dalam Hukum Keluarga Islam: Studi Komparatif antara Indonesia dan Brunei Darussalam. Journal of Dual Legal Systems, 2(1), 1–13. https://doi.org/10.58824/jdls.v2i1.287