Judicial Review of the Constitutional Court Decision Number 93/PUU-XX/2022 on Guardianship for Persons with Mental Disabilities from a Human Rights Perspective

Authors

  • Riska Febriyanti Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
  • Rr Rina Antasari Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
  • Syafran Afriansyah Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

DOI:

https://doi.org/10.58824/mediasas.v8i3.437

Keywords:

Constitutional Court Decision, mental disability, human rights

Abstract

This article is motivated by the Constitutional Court Decision Number 93/PUU-XX/2022 concerning the judicial review of Article 433 of the Indonesian Civil Code, particularly the phrases “dungu” (feebleminded), “sakit otak” (mentally ill), and “mata gelap” (dark-minded). The Court held that these terms are no longer relevant in light of modern scientific developments and may perpetuate discriminatory stigma against persons with disabilities; however, they were nevertheless retained within the legal norms. The central problem of this study is to examine the judicial considerations in Decision Number 93/PUU-XX/2022 and its juridical review from a human rights perspective.This study employs a normative juridical method with a statutory approach and a case approach. The findings reveal that although the Court acknowledged that the terms are scientifically outdated, the phrases were still maintained. From the principle of equality before the law, the decision raises critical concerns as it potentially perpetuates stigma and is inconsistent with Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution as well as the Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD). From the Islamic perspective, the ruling is also incompatible with the objectives of maqasid al-shariah, particularly the principle of hifz al-nafs (protection of life). Therefore, reform of legal terminology toward more humane and inclusive language is urgently required so that the law truly reflects substantive justice and guarantees equality for every citizen.

[Artikel ini dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XX/2022 terkait pengujian Pasal 433 KUHPerdata, khususnya frasa “dungu”, “sakit otak”, dan “mata gelap”. Mahkamah menyatakan bahwa istilah-istilah tersebut tidak relevan dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern serta berpotensi menimbulkan stigma diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, namun tetap mempertahankannya dalam norma hukum. Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 93/PUU-XX/2022 serta bagaimana tinjauan yuridisnya ditinjau dari perspektif hak asasi manusia.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Mahkamah menilai istilah tersebut tidak lagi relevan secara ilmiah, frasa tersebut tetap dipertahankan. Dari sudut pandang asas equality before the law, putusan ini menimbulkan catatan penting karena berpotensi melanggengkan stigma serta tidak sejalan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Dalam perspektif Islam, hal ini juga tidak sejalan dengan maqasid al-shariah, khususnya prinsip hifz al-nafs atau perlindungan jiwa. Oleh karena itu, pembaruan terminologi hukum yang lebih manusiawi dan inklusif sangat diperlukan agar hukum benar-benar mencerminkan keadilan substantif serta menjamin kesetaraan bagi setiap warga negara..]

Downloads

Download data is not yet available.

References

Jurnal dan Buku

Anggitariani, R. L. S., et al. (2024). Kecakapan hukum bagi penderita gangguan bipolar dalam perspektif hukum perdata. Jurnal Sinars: Prosiding Seminar Nasional, 3(1).

Anggitariani, R. L. S., et al. (2024). Kecakapan hukum bagi penderita gangguan bipolar dalam perspektif hukum perdata. Jurnal Sinars: Prosiding Seminar Nasional, 3(1).

Anshari, M. (2024). Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam perspektif maqasid syariah. Jurnal Hukum Islam STAI Al-Falah, 2(3).

Anshari, M. (2024). Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam perspektif maqasid syariah. Jurnal Hukum Islam STAI Al-Falah, 2(3).

Damayanti, Y. R. (2022). Orang-orang yang dilupakan: Situasi penyandang disabilitas mental di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia.

Farikhah, M. (2018). Rekonseptualisasi judicial pardon dalam sistem hukum Indonesia (Studi perbandingan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum Barat). Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(3).

Farikhah, M. (2018). Rekonseptualisasi judicial pardon dalam sistem hukum Indonesia (Studi perbandingan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum Barat). Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(3).

Hartanto, F. B. (2018). HAM penyandang disabilitas mental di panti rehabilitasi sosial. Jakarta: Komnas HAM.

Hasaziduhu, M. (2019). Penegakan hukum di Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Jurnal Warta, 13(3).

Hasaziduhu, M. (2019). Penegakan hukum di Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Jurnal Warta, 13(3).

Karsa, K. (2024). Pemikiran hukum John Locke dan landasan hak asasi manusia. Jurnal Kajian Kontemporer Hukum dan Masyarakat, 1(1).

Karsa, K. (2024). Pemikiran hukum John Locke dan landasan hak asasi manusia. Jurnal Kajian Kontemporer Hukum dan Masyarakat, 1(1).

Lambiombir, L. L., Soepeno, M. H., & Korah, R. (2025). Tinjauan yuridis mengenai kedudukan dan hak penyandang disabilitas di bidang kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal Fakultas Hukum UNSRAT, 15(3).

Lambiombir, L. L., Soepeno, M. H., & Korah, R. (2025). Tinjauan yuridis mengenai kedudukan dan hak penyandang disabilitas di bidang kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal Fakultas Hukum UNSRAT, 15(3).

Marzuki, P. M. (2011). Penelitian hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moho, H. (2019). Penegakan hukum di Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Jurnal Warta, 13(3).

Moho, H. (2019). Penegakan hukum di Indonesia menurut aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Jurnal Warta, 13(3).

Muhtaj, M. E. (2005). Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana.

Nggilu. (2014). Hukum dan teori konstitusi. Yogyakarta: UII Press.

Rajab, D. (2005). Hukum tata negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Rusydi. (2024). Analisis hukum terhadap pengampuan atas penyandang disabilitas mental (Studi Penetapan Pengadilan No. 2238/Pdt.P/2021/PN.Sby). Jurnal Politik dan Sosial Masyarakat, 16(1).

Rusydi. (2024). Analisis hukum terhadap pengampuan atas penyandang disabilitas mental (Studi Penetapan Pengadilan No. 2238/Pdt.P/2021/PN.Sby). Jurnal Politik dan Sosial Masyarakat, 16(1).

Salim, A. M. (2022). Al-huquq al-insan al-asaqiyah fi al-Qur’an al-karim. Yogyakarta: Madyan Press.

Suadi, A. (2022). Kesamaan di hadapan hukum: Equality before the law bagi penyandang disabilitas di peradilan agama. Depok: Rajawali Pers.

Sumadi, A. F. (2019). Hukum acara Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers.

Syafi’ie, M. (2024). Ilustrasi praktik diskriminasi pengampuan penyandang disabilitas mental dan tinjauan maslahat dalam hukum Islam. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 31(1).

Syafi’ie, M. (2024). Ilustrasi praktik diskriminasi pengampuan penyandang disabilitas mental dan tinjauan maslahat dalam hukum Islam. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 31(1).

Thalib, A. R. (2018). Wewenang Mahkamah Konstitusi dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Wahyudi, A. T. (2021). Alur penanganan dan bantuan hukum bagi disabilitas. Solo: Katta.

Walukow, J. M. (2013). Perwujudan prinsip equality before the law bagi narapidana di dalam lembaga permasyarakatan di Indonesia. Lex et Societatis, 8(10).

Walukow, J. M. (2013). Perwujudan prinsip equality before the law bagi narapidana di dalam lembaga permasyarakatan di Indonesia. Lex et Societatis, 8(10).

Zulkarnain, E. Y., Ablisar, M., & Sunarmi. (2023). Penerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika terhadap pengguna narkotika di kalangan publik figur. Locus of Academic Literature Review, 2(5).

Zulkarnain, E. Y., Ablisar, M., & Sunarmi. (2023). Penerapan asas equality before the law dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika terhadap pengguna narkotika di kalangan publik figur. Locus of Academic Literature Review, 2(5).

Peraturan & Putusan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2022). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XX/2022.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38793/uu-no-48-tahun-2009

Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities).

Online

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). (2020). Kultur penghormatan martabat manusia harus menjadi habitus bangsa. https://bpip.go.id/artikel/kultur-penghormatan-martabat-manusia-harus-menjadi-habitus-bangsa

Humaira, L. (2024). Penetapan pengampuan berdasarkan Putusan MK No. 93/PUU-XX/2022 dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Lex Patrimonium, 3.

Wijaya, T. A. (2025, Juni 1). Mengenal 22 hak penyandang disabilitas dalam undang-undang. Hukum Online. https://www.hukumonline.com/berita/a/hak-penyandang-disabilitas-lt6711f10d3ccd6/

Downloads

Published

2025-09-16

How to Cite

Febriyanti, R., Antasari, R. R. ., & Afriansyah, S. . (2025). Judicial Review of the Constitutional Court Decision Number 93/PUU-XX/2022 on Guardianship for Persons with Mental Disabilities from a Human Rights Perspective. Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari’ah Dan Ahwal Al-Syakhsiyyah, 8(3), 592–614. https://doi.org/10.58824/mediasas.v8i3.437