The Overnight Stay Tradition Following Engagement in Nagari Salareh Aia Utara, West Sumatra

Authors

  • Monica Loenxy Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • Ilham Agustian Anhas Komisi Pemilihan Umum Sumba Barat Daya

DOI:

https://doi.org/10.58824/mediasas.v8i3.399

Keywords:

Overnight Stay Tradition, Engagement, Minangkabau Customary Law, Customary Adaptation

Abstract

This study examines the post-engagement overnight stay tradition (bamalam di rumah urang gadih) that continues to be preserved by the community of Nagari Salareh Aia Utara, Palembayan District, Agam Regency, West Sumatra. This tradition forms an integral part of the Minangkabau matrilineal kinship system, which positions women as the central axis of social and cultural structures. In practice, the prospective groom stays overnight at the bride-to-be’s family residence following the engagement ceremony. Although it holds significant symbolic meaning and social functions, certain aspects of the tradition have sparked debate, as they are perceived to be inconsistent with prevailing religious norms and moral values. The purpose of this research is to analyze the meaning, functions, and forms of adaptation of the tradition to ensure its alignment with customary principles while remaining consistent with Islamic legal provisions. The study adopts a qualitative approach with a field study design, employing participant observation, in-depth interviews with customary leaders, religious scholars, and community members, as well as an analysis of relevant Minangkabau literature. The findings reveal that the tradition serves three primary functions: (1) as a symbol of openness and social acceptance toward the prospective groom, (2) as an initial adaptation process for the groom-to-be to become acquainted with family norms and matrilineal customs, and (3) as a medium for assessing the character of the prospective groom. Over time, the community has implemented several adjustments, such as shortening the overnight stay duration, limiting direct interaction between the engaged couple, and replacing the practice with formal interfamily gatherings, thereby ensuring its conformity with religious values and contemporary social dynamics. This study asserts that the post-engagement overnight stay tradition is not merely a customary ritual but rather a dynamic form of social dialogue between generations, between customary law (adat) and Islamic law (syariah), and between local values and modernity. Accordingly, the community of Nagari Salareh Aia Utara demonstrates adaptive capacity in preserving its cultural heritage contextually, without compromising its identity as a religious customary society.

[Penelitian ini mengkaji tradisi menginap pasca peminangan (bamalam di rumah urang gadih) yang masih dilestarikan oleh masyarakat Nagari Salareh Aia Utara, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Tradisi ini merupakan bagian dari sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau yang menempatkan pihak perempuan sebagai pusat struktur sosial dan budaya. Dalam praktiknya, calon mempelai laki-laki menginap di rumah keluarga calon istri setelah prosesi peminangan. Meskipun memiliki makna simbolik dan fungsi sosial yang penting, tradisi ini memunculkan persoalan karena sebagian praktiknya dinilai kurang selaras dengan norma agama dan nilai kesusilaan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan menganalisis makna, fungsi, dan penyesuaian tradisi ini agar tetap sesuai dengan tuntunan adat sekaligus selaras dengan prinsip syariat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi lapangan, melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam terhadap tokoh adat, tokoh agama, dan anggota masyarakat, serta analisis terhadap berbagai literatur Minangkabau yang relavan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ini memiliki tiga fungsi utama: (1) sebagai simbol keterbukaan dan penerimaan sosial terhadap calon menantu laki-laki, (2) sebagai ruang adaptasi awal calon mempelai laki-laki dengan norma keluarga dan adat matrilineal, serta (3) sebagai ajang penilaian karakter. Dalam praktiknya, masyarakat telah melakukan berbagai bentuk penyesuaian, seperti mempersingkat durasi menginap, membatasi interaksi calon pengantin, hingga mengadaptasi tradisi tersebut dengan pertemuan formal antarkeluarga, demi menyesuaikan dengan tuntutan nilai-nilai keagamaan dan perubahan zaman. Penelitian ini menegaskan bahwa tradisi menginap bukan sekadar ritual adat, tetapi juga bentuk dialog sosial yang dinamis antara generasi tua dan muda, antara adat dan syariat, serta antara nilai-nilai lokal dan modernitas. Dengan demikian, masyarakat Nagari Salareh Aia Utara menunjukkan kapasitas adaptif dalam merawat warisan budaya secara kontekstual, tanpa kehilangan akar identitasnya sebagai bagian dari masyarakat adat yang religius.]

Downloads

Download data is not yet available.

References

Agustar, A. (2022). Otoritas Ninik Mamak Sebagai Syarat Perkawinan Di Desa Pangkalan Baru. Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS), 4(1), 25–42. https://doi.org/10.33474/jas.v4i1.16138

Alam, L., & Muhammad, A. M. (2024). Contradiction of Power Within Muslim Women in Minangkabau Matrilineal Society. Al-Albab, 13(2), 217–246. https://doi.org/10.24260/alalbab.v13i2.3202

Alhkarni, A., & Yuriska, N. (2024). Minangkabau Customary Marriage Traditions: Integration of Custom and Sharia Principles in the Perspective of Islamic Law. USRATY?: Journal of Islamic Family Law, 2(2), 124–133. https://doi.org/10.30983/usraty.v2i2.8834

Ambarwati, A. P. A., & Mustika, I. L. (2018). Pernikahan Adat Jawa Sebagai Salah Satu Kekuatan Budaya Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Bahasa Dan Sastra Indonesia (SENASBASA), 2(2).

Anggraeni, N. D., & Meilinda, F. P. (2024). MAQASID?: Jurnal Studi Hukum Islam. Jurnal Studi Hukum Islam, 13(2), 65–69.

Ashadi, A. (2019). Negotiation of Tradition, Islam, and Modernity in The Movement of The Kaum Mudo Islamic Reform in Minangkabau. TEOSOFI: Jurnal Tasawuf Dan Pemikiran Islam, 9(1), 30–59. https://doi.org/10.15642/teosofi.2019.9.1.30-59

Asmaniar, A. (2018). Perkawinan Adat Minangkabau. Binamulia Hukum, 7(2), 131–140. https://doi.org/10.37893/jbh.v7i2.23

Asniah. (2023). Akulturasi Islam Dan Hukum Adat Minangkabau. Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 18(1), 1–24. Retrieved from http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alAdyan

Aziz, E., Dzofir, M., & Widodo, A. (2020). The acculturation of islam and customary law: An experience of Minangkabau, Indonesia. Qudus International Journal of Islamic Studies, 8(1), 131–160. https://doi.org/10.21043/QIJIS.V8I1.7197

Dewi, S. F., Montessori, M., Saputra, R. A., Farsalena, S., & Fatmariza. (2019). The Role of Culture in Cross-Cultural Marriage among The Role of Culture in Cross-Cultural Marriage among Minangkabau Women Minangkabau Women Recommended Citation Recommended Citation. Journal of International Women’s Studies, 20(9), 68–82. Retrieved from https://vc.bridgew.edu/jiws/vol20/iss9/7

Fakhyadi, D., Samsudin, M. A., Dasrianto, V., Danil, M., & Wahyudi, A. A. (2025). Reconstructing Gender Relations for Family Resilience in Minangkabau: Integrating Islamic Law and Customary Law. Al-Ahkam, 35(1), 1–30. https://doi.org/10.21580/ahkam.2025.35.1.22906

Farhanah, A. (2020). Menek Buah?: Tradisi Peminangan Masyarakat Muslim Bali Dalam Tinjauan ‘ Urf. Sakina?: Journal of Family Studies, 4(1).

Febrian Ilham, F., & Son Ashari, W. (2024). Implikasi Pernikahan Anak Bujang Suku Minangkabau Dengan Wanita di Luar Suku Minangkabau Menurut Adat Minangkabau Dalam Tinjauan Hukum Islam. Rayah Al-Islam, 8(3), 1319–1337. https://doi.org/10.37274/rais.v8i3.1079

Firdaus, D. R. S. (2019). The Coexistence Between Matrilineal Family Structures and the Religious Order of the Minangkabau Community. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 4(1), 18–25. https://doi.org/10.25008/jkiski.v4i1.223

Gumelar Firmansyah, Mina Rabiatul Asiyah, Putri Nadila, & Putry Delsa Hasanah. (2023). Implementasi Hukum Adat dalam Prosesi Perkawinan Adat Minangkabau. Uniku Law Review, 1(1). https://doi.org/10.25134/ulr.v1i1.13

Guntur, A. Z. Z. (2018). Tradisi Ambruk Dalam Masyarakat Dusun Ngesong Menurut Perspektif Hukum Islam. Mahakim: Jurnal Ahwal Syaksiyah, 2(1), 55–66.

Hakam, A. (2021). Contested Gender Roles and Relations in Matriarchal Minangkabau. Muqoddima Jurnal Pemikiran Dan Riset Sosiologi, 2(1), 37–46. https://doi.org/10.47776/mjprs.002.01.03

Hanif, A., Yuliani, T., Rikarno, R., & Budiman, N. (2023). Sociological Studies Minangkabau Traditional Mariage. Melayu Arts and Performance Journal, 6(1), 96. https://doi.org/10.26887/mapj.v6i1.3739

Harahap, I. (2023). Perkawinan Adat Suku Batak dengan Suku Minangkabau Model Integrasi Budaya.

Katri Yasman. (2013). Profil Desa. Retrieved July 6, 2025, from https://salarehaiautara.desa.id/artikel/2013/7/29/profil-desa

Khairuddin, K. (2020). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Peminangan Melalaken Di Desa Tanah Bara Aceh. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 6(2), 103. https://doi.org/10.37905/aksara.6.2.103-110.2020

Krismono, K., Lutfi, M., & Karimuddin. (2024). Matrilineal Tradition in the Framework of Contemporary Islamic Family Law: An Analysis of Same-Clan Marriage Prohibition in West Sumatra. Legitima?: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 7(1), 78–99. https://doi.org/10.33367/legitima.v7i1.6492

Laila, S., Putri, defia R., Mutyara, P., & Triana, Y. (2025). Analisis pada sistem matrilianisme dalam hukum adat minangkabau terhadap tinjauan filsafat hukum, 9(1), 126–132. Retrieved from https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jkim/article/view/8615

Mungawanah, & Masriani. (2024). Human Rights Perspective on the Prohibition of Marriage between Members of the Same Tribe in Minangkabau Culture, Specifically Article 28B Paragraph 1 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia Novia, (June), 26–28.

Ramanta, H., & Samsuri, S. (2020). The Values of Local Wisdom of Minangkabau Culture in a Baralek Gadang Traditional Wedding. Humaniora, 11(3), 193–201. https://doi.org/10.21512/humaniora.v11i3.6625

Saputri, R. E., Amril, Gusti, E., & Nurjannah. (2024). Under The Shadow of Patriarchy: Women Position in Minangkabau Matrilineal System. AJIS: Academic Journal of Islamic Studies, 9(2), 393–411. https://doi.org/10.29240/ajis.v9i2.10149

Shin, M. (2016). What does it means to be a family man in a matrilineal society? Masculinity and women’s empowerment in Akan, Ghana.

Sopyan, Y., & Suryani, H. (2020). Marriage with Same Tribes in the Customary Law of Minangkabau Batipuh Ateh (A Legal Anthropology Approach). Jurnal Hukum Islam, 18(2), 157–172. https://doi.org/10.28918/jhi.v18i2.3262

Stark, A. (2013). The Matrilineal System of the Minangkabau and its Persistence Throughout History: A Structural Perspective. Southeast Asia: A Multidisciplinary Journal, 13, 1–13.

Sulhati, S. (2020). Islam and Minangkabau Culture. Proceeding International Conference on Language and Literature (IC2LC), 9(January), 199–205. Retrieved from https://proceeding.umsu.ac.id/index.php/ic2lc/article/view/47%0Ahttps://proceeding.umsu.ac.id/index.php/ic2lc/article/viewFile/47/43

Interview

Aisyah, N. (2024) Interview with community members. July 30.

Arya, U. (2024). Interview with local religious leader. July 30.

Basri, H. Dt. Labiah. (2024). Interview with customary leader. July 30.

Fauzi. (2024). Interview with community members. July 30.

Niken. (2024). Interview with community members. July 30.

Nurlela. (2024). Interview with community members. July 30.

Riko. (2024). Interview with community members. July 30.

Downloads

Published

2025-08-13

How to Cite

Loenxy, M., & Anhas, I. A. (2025). The Overnight Stay Tradition Following Engagement in Nagari Salareh Aia Utara, West Sumatra. Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari’ah Dan Ahwal Al-Syakhsiyyah, 8(3), 529–540. https://doi.org/10.58824/mediasas.v8i3.399